Pengalaman menunjukkan bahwa ruh tidak lain adalah kesadaran

Siapapun yang memiliki kesadaran lebih besar memiliki semangat yang lebih besar; Ketika semangat menjadi lebih besar dan melampaui semua batas, roh segala sesuatu menjadi patuh padanya Jalaludin Rumi

Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 Januari 2020

Naskah-Naskah Terbiar #1




Naskah “Anakku Negaraku[1]” merupakan kisah tragedi kehidupan seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang divonis mati kini banyak diberitakan diberbagai media, suatu peristiwa yang syarat akan pesan moral dan pendidkan. Hal ini penulis pertimbangkan sebagai salah satu cara agar pementasan theatre yang kami sajikan tidak hanya dapat menjadi hiburan bagi penonton tapi juga dapat digunakan sebagai pelajaran dan media untuk merefleksi diri.
Cerita ini juga merupakan kisah menyedihkan, mengharukan nasib seorang TKW yang divonis mati, Demi sesuap nasi dan demi mempertahankan hidup, rela meninggalkan keluarga dan Negerinya. Niat mereka hanya itu tetapi bukan untuk membunuh. Namun Akibat kekerasan dan penganiayaan sang majikan akhirnya tidak mampu melakukan pembelaan diri ibarat pepatah “Bagai anjing menyalak di ekor gajah””, Orang yang hina dan lemah hendak melawan orang yang besar dan kuat, tentu tak akan berhasil. Akibat Kurangnya pembelaan dari Negaranya, dan otoritas hukum akhirnya Vonis Hukuman mati adalah sebuah kepasrahan bagi TKW Indonesia, padahal mereka adalah “Pahlawan Devisa Negara”.
Cerita ini dimulai ketika Zainab, 33 tahun, seorang TKW, bertatus janda memiliki 2 anak perempuan Aminah (21) dan Siti (17) yang dititipkan kepada neneknya.  Zainab menikah diusia yang sangat muda (12 tahun). Pada saat ia mengandung 4 bulan suaminya meninggal. Akhirnya Zainab memutuskan untuk menjadi TWK ke Arab yang pada waktu itu anaknya siti sudah lahir dan masih berusia 6 bulan. Zainab berharap dengan penghasilannya ia dapat menafkahai kedua anaknya dan menjadikan mereka anak yang berpendidikan tinggi sebagai sarjana.
Kurang lebih 15 tahun ia bekerja di di Arab dari rumah ke rumah. ia tidak pernah pulang ke kampung halamanya hanya mengirim surat lewat Pos dan sesekali menelpon lewat telpon umum. Nasib sial menimpanya Zainab di tahun terakhir ia mendapat majikan tidak seperti sebelumnya. Ia sering mendapatkan tekanan, penganiaayan, hinaan dan makian bahkan ingin mengancam untuk membununhnya. Akhirnya zainab pun terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap majikannya. Dengan Kepasrahan zaenab pun mengakui perbuatannya dan menyerahkan diri kepada kepolisian. akibat perbuatannya itu dia kemudian dijatuhi hukuman mati.
Selama di sel ia (Zainab) mengalami goncangan jiwa degan persitiwa yang di alaminya. kemdudian zainab sangat menyayangkan waktu eksekusi telah dipercepat yang seharusnya masih 7 hari lagi setelah putusan pengadilan. Penuntut dari keluarga si korban (majikan Zainab) merupakan keluarga terhormat di Arab ingin segera eksekusi dilaksanakan agar pihak keluarga merasa ketenangan. Zainab hanya pasrah dan ia bisa berkata-kata mengharapkan anaknya dan negaranya.
Sebelum dieksekusi, Zainab diminta untuk mengajukan keinginan terakhir. Zainab pun hanya meminta, dipakaikan putih yang akan di pakai saat ia di pancung untuk diberikan kepada kedua anaknya, agar darah itu bisa menyentuh kedua tubuh anaknya. kedua, saat ia dipancung ia ingin menggunakan Ikat Kepala Berwarna merah putih untuk diserahkan kepada utusan negara untuk mengingatkan kepada negaranya bahwa para TKW Bukanlah titipan untuk Membunuh tapi karena melawan Kemiskinan, Kemelaratan, dan terpuruknya kehidupan dirinya dan keluarganya, Maka mereka berharap adanya Pembelaan dari Negara tentang nasib-nasib mereka yang bekerja divonis mati di luar negeri. Mereka ingin negara menegakkan dan Menjunjung tinggi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sesuai falsafah negaranya”.
.....................................................................................

Naskah-Adegan 1

Pada suatu malam disebuah rumah sederhana, duduk seorang gadis cantik di ruang tamu, memandangi sebuah foto berbingkai yang terpajang di atas meja belajarnya, sorot matanya tertuju pada  gambar tersebut. Ia adalah aminah anak tertua dari zainab. Ia pun berbicara dengan sosok yang terpajang dibingkai itu seolah ibunya zainab merasakan apa yang Ia rasakan.
Aminah pun berbicara sendiri “Mak, apa kabarmu di sana, sudah setahun mak tidak ada kabar, kami sangat merindukanmu mak”, Ungkap Aminah sambil mengelus-ngelus bingkai foto ibunya Zainab. Ia pun  melanjutkan curahan perasaannya yang sangat merasakan kerinduan kepada sosok ibu yang amat ia sayangi. “Semoga mak baik-baik saja mak ?” ucapnya sambil menitiskan air mata, “Entah mengapa mak”, dalam 2-3 hari ini minah selalu bermimpi buruk tentang mak, Minah selalu merasakan ada sesuatu yang akan terjadi pada mak”. Tapi..mudah-mudahan itu hanya perasaan minah”, ungkap minah semakin dalam.
Kemudian Aminah pun meletakkan foto berbingkai ibunya tersebut di atas kasur dan berdiri menuju meja belajar, sambil tersenyum sendiri mengingat masa lalunya ketika bersama ibunya. Lagi-lagi aminah terus berbicara sendiri seolah ibunya berada disampingnya. “Oh ya mak, ada kabar gembira buat mak, alhamdulillah berkat nasihat mak dan hasil keringat mak membanting tulang untuk siti dan minah, sekarang minah sudah sarjana mak,  siti juga sudah kelas sepuluh SMK, Minah ingin sekali mak tahu mendengar kabar ini?” Tapi kemana, mak, sepucuk suratpun tidak ada, minah rindu mak”, sambil memeluk jubah sarjananya. Ia terus meneteskan air matanya karena sangat rindu dengan ibunya yang sedang bekerja menjadi TKW di negeri orang.
Seketika itu tiba-tiba seseorang datang menghampiri. Ia adalah Siti adik dari Aminah yang baru balik dari sekolah. Siti datang menghampiri minah dan langusng ke meja belajarnya sambil membawa buku dan surat. “Ehm, ada apa sih kak, kedengarannya sedih sekali ?”seperti ada yang mau mati saja?”, cetusnya.
Aminah pun dengan cepat menghapus air matanya lalu segera  meletakkan jubah hitam di tempat tidurnya. Aminah menanggapi ucapan adiknya, “Tidak apa-apa Siti, kakak rindu sama mak?” sudah setahun ini tak ada kabarnya?”, ungkapnya dengan lembut.
Mendengar Kata “mak”, Siti merasa kesal ia pun langsung berdiri dan menuju tempat belajar kemudian duduk dikursi sambil membuka buku yang di bawanya sambil berkata. “Oh, memangnya kenapa kak?” dari dulu kan, kita sudah terbiasa tanpa mak ?” ucap siti kesal. Aminah juga ikut kesal, “maksudmu, apa Siti?”. Sitipun menanggapi dengan culas, “ya..maksudku “kenyataannya kan memang seperti itu kak ?”ucap siti.
Aminah pun heran dengan perkataan adiknya “jadi kamu tidak rindu sama mak ?”. Mendengar pertanyaan kakaknya, Siti pun bangkit dari kursinya sambil mendekap dan membelakangi aminah, “apa..rindu..!! sama sekali tidak kak !” Aku pun tak tahu seperti apa mak, “aku merasa tidak punya mak..kak!,
Aminah pun terkejut dengan perkataan kasar adiknya, “Siti, instighfar siti? lalu menasehatinya “Kakak mengerti perasaanmu, tapi Tak pantas kau berkata seperti itu ?” ucap Aminah.
Namun Siti terus merasa heran dengan kakaknya, “Tak pantas bagaimana kak ?” cetus siti. Aminah terus menasehati adiknya dan karena ia memahami perasaan Siti, dengan lemah lembut aminah mengatakan “dengar ya Siti, mak meninggalkan kita demi masa depan kita” tanpa mak mungkin kita tak seperti sekarang?”ucapnya.
Siti tetap kesal ”ah..! itu kakak..! “bukan aku!”. Aminah terkejut dengan perkataan adiknya, “istighfar Siti !”.
Siti tetap dengan pendiriannya dan terus mengungkapkan perasaannya kepada kakaknya, “15 tahun kak ?”aku tidak merasakan kasih sayang mak, aku iri dengan anak-anak yang lain (sambil menunjuk) saat aku menangis kelaparan ada mak menyuapiku, saat aku ingin mulai merangkak ada mak menuntunku ,saat aku sedih dimana mak !, dimana mak..kak!,
Aminah terus menjelaskan dan menenangkan, “Siti, kakak mengerti apa yang kamu katakan, tapi bukan berarti mak tak sayang denganmu ?” ungkap Aminah.
Siti terus membantah, “apa !, Sayang kata kakak, sekarang mana mak ?, ”Ia lebih mementingkan uang dari pada kita kak? ”cetus Siti. Aminah pun kehilangan kesabaran terhadap adiknya, “hentikan ucapanmu Siti, memang mak pergi untuk mencari uang, tapi bukan untuk dirinya sendiri, ,mak ingin kita tetap sekolah, mak ingin kita punya masa depan yang cerah siti ?” ucap Aminah.
Siti tetap tidak menghiraukan perkataan kakaknya karena ia merasakan dirinya kurang kasih sayang dari ibunya, “masa depan yang cerah” hidupku suram kak?” sudahlah kak, “aku hanya butuh mak yang nyata bukan mak yang tak jelas !”cetus Siti.
Mendengar pernyataan adiknya, aminah merasa sangat terpukul sehingga aminah tidak bisa menahan amarahnya.. Akhirnya aminah menampar wajah siti, tplakk !!!, Siti! astaghfirullah, apa yang aku lakukan?, sesal Aminah.
Namun, hati Siti tetap keras, “tampar, tampar, tampar Kak !, puas hati kakak, pukul aku kak ? Apa perlu bunuh saja aku kak!!”, ucap Siti dengan keputusasaan. Aminah langsung memeluk Siti, ia sangat menyesali perbuatanya yang tak seharusnya dilakukannya kepada siti. Dan ia pun memeluk siti dengan erat. “Maafkan kakak Siti?, ”Kakak tak bermaksud kasar padamu”ucap Aminah. Siti pun tahu bahwa ia telah berlaku kurang ajar dengan kakaknya, karena merasa tidak pernah dibelai kasih oleh ibunya, tapi kakaknyalah yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang. “sudah lah kak” kakak sama mak sama saja, tak mengerti perasaanku ! aku butuh mak kak, aku tak ingin mak jauh dariku.. aku ingin mak setiap saat bersamaku kak ? ucap Siti penuh kerinduan kepada ibunya.
Aminah pun berusaha menenangkan siti dan ia memahami bahwa adiknya kurang sentuhan kasih sayang seorang ibu. “kakak juga Siti, kakak merasakan apa yang kamu rasakan,  dulu kakak sama sepertimu, sebelum nenek meninggal, nenek pernah bercerita bahwa mak pergi menjadi TKW karena keadaan yang memaksanya, sejak ayah meninggal mak siang malam membanting tulang, ia tak pernah lelah mencari nafkah, ia ingin kita tumbuh seperti anak yang lain”. ia tak ingin kita seperti apa yang dialami mak” ucap aminah.
Perasaan siti mulai mengerti apa yang disampaikan kakaknya bahwa ibunya merupakan sosok wanita yang kuat dalam menghadapi cobaan hidup, “Iya kak, maafkan siti ya kak? Ucap Siti.  “Ia siti, kakak juga” ini surat apa siti ?”, tanya Aminah.  “itu surat dari Pak RT kak”, jawab Siti. Aminah pun membuka ampolop surat itu, “Sepertinya surat ini penting dari kementerian Luar Negeri, tanya Aminah. “iya kak..?”jawab Siti.
Aminah pun membaca isi surat tersebut, kalimat demi kalimat, ternyata surat yang dibacanya adalah  surat keputusan pengadilan Luar Negeri bahwa ibunya divonis hukuman mati. Aminah terkejut,  “Astarfirullahal’azim” tidak..tidak mungkin Ya..Allah ..mak..mak”, ucap Aminah tak percaya. Aminah tak berdaya, batinnya sangat terguncang, akhirnya Ia jatuh pingsan. Situ pun terkejut melihat kakaknya, “kak...kak ada apa..kak..!!” bangun kak, ada apa ? “tanya Siti. Siti pun membaca surat itu dan ia pun terkejut dan panik pergi ke dapur mengambil air dan berusaha menolong kakaknya yang terbaring lalu memercikkan air diwajah Aminah, “Kakak, kakak bangun kakak.
Seketika itu, seolah rumah dan seisinya juga ikut berduka, hari semakin larut dan mencekam, karena ibunya Zainab mendapatkan vonis hukuman mati atas perbuatannya yang membunuh majikannya. Aminah dan siti larut berduka atas berita yang mereka terima.
.....................................................................................
Naskah: Adegan 2

Suasana malam mencekam dalam sebuah ruang yang hanya dicahayai satu lampu bergantung tidak begitu terang, tiba-tiba terdengar jeritan- yang terbaring di bale di dalam selnya. Zaenab tiba-tiba berteriak sekuat tenaga seperti orang kesurupan. “Minaaaah..!!!
Umi laila (35 th) sipir penjara terkejut yang sedang membaca koran. Sambil membawa pentungan – ia mengahmpiri, matanya menatap zainab  dengan tatapan tanpa empati, meski ia tampak berusaha menahan suaranya, suaranya tetap terdengar ketus–culas, “Hei.. Apa..apaan teriak teriak seperti itu“ ketus Umi Laila.
Zainab mendadak statis oleh suara keras umi laila. Ia mulai menyadari ia baru saja mengalami mimpi buruk dan seluruh tubuhnya bergetar, ”Anakku..Anakku..anaku”?, ucap Zainab.
Umi laila Kesal dan marah, “Penghuni penjara ini bukan cuma kamu zainab !,  Mimpi buruk itu biasa. Jadi gak usah teriak-teriak. Membunuh seorang Majikan yang menghidupimu mampu, menghadapi mimpi buruk kok seperti orang kesurupan”.
Zainab mencoba menanggapi. Tampak letih, ia merebahkan tubuhnya didinding sel, meringkuk. Zainab masih meringkuk. Umi laila mendekati, sambil tetap mengayunkan pentongan. “Engkau Salah umi , aku bermimpi tentang anakku..soal pembunuhan itu adalah pengalaman terpahit sepanjang hidupku umi. Aku Datang ke Negerimu karena aku sayang dengan keluargaku, aku dititipkan oleh Negaraku bukan untuk membunuh umi ?”ucap Zainab.
Umi laila bangkit. Ia bicara sinis sambil mengitari zainab, tak henti mengayunkan pentungannya, “Oh. ya..Pembunuh berbicara Soal titipan Negara, ha..ha..” tawa umi sambil meledek.
Tanpa sedikitpun Ia bersimpati dengan zainab, dengan sikap kasarnya yang berlebihan memuntahkan kejengkelannya pada zanab, “He !.dengar ya zaenab, di Negaraku Pembunuh tetap pembunuh”,  nyawa dibalas nyawa.. aku sudah muak dengan cerita-cerita pembelaan-diri seperti itu. Para TKW yang diperkosa… Dianiaya, diperdagangkan dan kalaupun kamu betul korban ? Itu tidak berarti kamu berhak membunuh orang”, sambil menunjuk tepat di wajah Zainab.
Zainab pun tak tinggal diam dan menepis tangan umi laila yang sejak tadi merendahkannya secara berlebihan. Sikap zainab tampak berubah. Ia duduk dengan tubuh tegak, kepala menatap lurus ke depan, tampak kuat, “tapi umi, Aku Membunuh Majikanku hanya untuk membela diriku, untuk harga diri dan keluargaku, aku tak mau Negaraku di rendahkan..Umi ! tegas menantang.
Umi laila menatap zainab terpana sekaligus marah. Masih belum puas dengan ejekan-ejekannya, ia menanggapi pengakuan zainab dengan sikap dan suara semakin bernafsu, “Ooooo…Demi harga diri dan membela Negaramu. Dan kamu bangga? Apa yang kamu banggakan Zaenab? Menjadi sorotan dimana-mana? Menjadi berita utama di koran-koran, ”Seorang Pahlawan Devisa Negara dihukum Mati” Karena membela Negaranya..ha..ha..minah..minah. “bermimpi saja kau. !!!, buktinya sekarang mana negaramu, ada utusan negaramu untuk membelamu, datang membawa pengacara untukmu, agar kau bebas dari hukumanmu, tidakkan ?”.
Zainab menyadari bahwa memang selama ini Negaranya membiarkannya, karena tidak ada satupun pengacara yang menemuinya sejak ia ditangkap,  “iya aku tahu itu..aku sadar..aku hanya orang kecil, tapi kubutuh negaraku mengakuiku bahwa “aku bukanlah pembunuh, aku bukan pembunuh, aku bukan pembunuh”, berulang ia katakan sambil menangis. Zainab merasa tidak kuat dengan apa yang diucapkannya hingga ia terunduk menyesali perbuatannya.
Sedangkan umi laila merasa tidak tahan, tiba-tiba loncat ke bale, meremas wajah zaenab, dengan kasar, “oh maksudnya kau ingin diakui pahlawan negera..Eh, dengar ya, pembunuh !, kamu itu harusnya malu !” engkau makan disini, anakmu makan hasil keringatmu disini, bahkan negaramu menerima pajak dari negari ini !, “bukan itu saja zainab kau akan mati di sini demi anakmu dan Negaramu..!!, Umi terus menekan Zainab.
Zaenab tidak menanggapi. Matanya terus menatap jauh ke depan, tajam, menatap ke masa depannya untuk anak-anaknya yang sangat ia cintai..sambil memeluk besi sel dengan kepasrahan, “Umi benar, memang aku akan mati di negerimu ini, aku terima umi mila, meski aku tahu saat ini ada atau tidak, reaksi pembelaan dari Negara-ku, aku pasrah..tapi ketahuilah umi aku bukan “Pembunuh”Aku bukan pembunuh”, teriak Zainab.
Umi Laila semakin jengkel dengan teriakan Zainab, sudahlah zainab ucapannmu hanya merusak kedua kupingku!, membalas teriakan Zainab.
Kemudian Zainab bangkit dengan sorotan matanya menuju umi laila, mendengar kata-kata umi laila teringat dengan peristiwa yang di alaminya saat ia membunuh majikannya, “apa kata umi merusak kupingku”, seharusnya aku yang pantas mengatakan itu..berawal dari teriakan-teriakan tuanku; manusia yang sok bermoral, berpendidikan itu..kupingku mendengar teriakannya memanggil namaku, saat itu aku sedang bersujud di hadapan Tuhan, aku butuh kekhusu’’an. Aku tak sempat berdoa..tapi aku lebih memilih memenuhi teriakan majikanku, meski ia membentak ku dengan suaranya yang keras, ia menghinaku, mencaciku... masih terdengar umi !..kupingku yang sakit umi !!!.
Umi Laila semakin kesal tidak terima dengan kata-kata zaenab akhirnya ia hampir memukul zaenab dengan pentongannya, “Hentikan zainab !”.
Saat Umi Laila ingin memukul Zainab dengan pentongannya, tiba-tiba datang seorang petugas sel berbadan kekar, seperti seorang prajurit perang. “Hormat bu” ucapnya melapor.
Umi Laila pun menerima laporan dari petugas tersebut, “Ya ada apa ? jawabnya. Petugas itu pun menyampaikan maksudnya menghadap, “lapor bu, Ibu segera di panggil menghadap”.
Tanpa basa-basi akhirnya umi laila pun meninggalkan ruangan sel untuk memenuhi panggilan atasanya., “Baiklah, Terima kasih”. Mari ikut aku”. Siap bu !” jawab Pentugas.
Kemudian Zaenab sendirian di sel meratapi peristiwa pahit yang menimpanya, ia pun merebahkan tubuhnya. Peristiwa siksaan pada dirinya selalu menghantui dalam ingatannya tak pernah hilang teriakan-terakan majikannya yang dibunuhnya. Suara-suara yang terus menghantui pikiran itu terus menggiang dalam pikiran Zainab.

“zaenab..!!..zaenab !, zaenab !!,.kau pembunuh !” kau pendosa Besar, kau bukan ibu yang baik”, ..”anakmu dan negaramu akan malu dengan perbuatanmu..kau pembunuh zainab! kau akan mati..kepalamu akan terpenggal zainab...ha..ha !!!”suara dalam kegelapan”.

Zainab histeris ketakutan mendengar kata-kata yang seolah menghukum atas perbuatanya yang selalu ada dalam pikirannya, “Tidak..tidak aku bukan pembunuh.....pergi..pergi.pergi” ucap Zainab ketakutan.
Zainab tak berdaya hanya tetesan air matanya memasahi lantai selnya dan pada akhirnya tiba-tiba umi laila datang dengan perintah atasannya bahwa eksekusi zainab dipercepat  karena tuntutan pihak keluarga Abi Jailan (majikan zainab) meminta pengadilan mengekskusi secepatnya agar pihak keluarga bisa tenang. Umi laila pun merasa iba dengan zainab di saat detik-detik kematiannya. Umi laila mendekati zainab mencoba untuk sedikit memberikan rasa simpatinya.
 “Zainab..Zainab? ada apa denganmu ?, tanyanya dengan lembut. “Tidak apa-apa umi, aku takut umi ?”, jawab Zainab.
Umi laila mulai merasa tersentuh-berempati dan sangat menyesali sikapnya telah berlaku kasar kepada wanita yang tak berdaya. “Tenanglah zainab ? sebelumnya Umi meminta maaf, karena telah berkata kasar padamu?”.
Zainab merasa heran karena sebelumnya umi laila sering berkata kasar kepadanya, “kenapa umi harus meminta maaf padaku, umi tidak bersalah padaku”.
Umi laila sambil meneteskan air matanya, tak tak tahan untuk menyampaikan kata-katanya: akhirnya dengan cepat ia membuka sel zainab dan mengeluarkannya dari sel ia pun langsung memeluk zainab dengan erat. Zainab merasa sesuatu yang aneh dengan umi laila. “Zainab...berat hati umi ingin mengatakan hal ini kepadamu..? zainab semakin penasaran “katakan Umi, apa yang ingin kau katakan padaku ?”, tanya Zainab.
Umi Laila pun dengan rasa berat mengatakan bahwa Zainab akan dieksuksi lebih cepat waktu yang ditentukan.Hari ini..kau akan di ekse kusi zainab”.
Mendengar dieksekusi zainab pun menolak tubuh umi laila, dirinya bergemetar, dan berusaha untuk membela diri, “Tidak !” ini tidak mungkin, ini tidak mungkin umi. Mengapa terlalu cepat, bukankah pengadilan Memutuskan bahwa aku akan dieksekusi 7 hari lagi, umi jangan menipuku Umi ?”, ucap Zainab.
Umi pun menjelaskan, “benar Zainab.  inilah hukum di negeri ini ”jika ahli waris yang kau bunuh tidak mengampunkanmu,”. Maka kami tidak bisa berbuat apa-apa, sekalipuan Penguasa yang meminta?”.
Zainab semakin kesal dan protes terhadap pernyataan Umi laila, “Hukum apa yang diterapkan di Negara ini ! padahal aku hanya membela diri” aku tidak berniat untuk membunuh”, dimana keadilan di negeri ini..” Salahkah wanita yang tak berdaya ini membela diri Umi ?” manusia mana yang rela, tubuhnya di siksa, dicaci dimaki dan ingin dianiaya, bahkan ingin direnggut nyawanya Umi, jawab umi ?”, pintanya.
Umi laila hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa hanya bisa menyebut nama zainab, “Zainab”, mencoba menenangkan Zainab.
Zainab terus memprotes, “apa umi, katakan Umi, mengapa diam Umi! Kalaupun aku divonis hukuma mati,” sambil meneteskan air mata dan akhirnya ia pasrah, “aku tahu aku akan mati umi, tapi izinkanlah aku sebentar saja bertemu dengan kedua anakku, merekalah kekuatanku umi,? 15 tahun mereka tidak mendapatkan kasih sayangku ingin sekali tangan ini membelainya, ingin sekali aku mengecup kening mereka, tapi apakan daya”, minta Zainab kepada Umi Laila.
Umi laila semakin tak sanggup menahan rasa empatinya kepada zainab iapun merangkul memeluk erat  tubuh zainab dengan merebahkan kepala zainab di pelukannya,. Zainab pun meminta kepada Umi laila“Apa aku masih bisa meminta umi ?” tanya Zainab.
Umi pun menyanggupi keinginan Zainab, “Iya nab,..apapun permintaanmu akan dikabulkan”selain penagguhan eksekusimu “.
Zainab mencoba untuk tersenyum menanggapi pernyataan umi laila bahwa dirinya dibolehkan meminta sesuatu di detik-detik kematiannya. “Benarkah umi, sekarang aku tidak butuh lagi penangguhan atau pembelaan, mungkin sudah waktunya ajalku” pintanya.
Katakanlah permintaan mu Zainab ?”, tanya Umi Laila. Lalu Zainab pun menyampaikan keinginannya dengan penuh ketulusan.
“aku ingin mengajukan dua permintaan umi, pertama setelah aku di ekse-kusi, berikanlah pakaianku kepada kedua anakku..biar mereka mencium bau darahku, biar darahku tersentuh kulit mereka, biarkan darahku menyatu dengan tubuh mereka sebagai ganti dari kasih sayangku bahwa aku sangat mencintai mereka. Aku ingin mereka Berani menghadapi tantangan hidup ini, Menghadapi Kemiskinan, Kebodohoan serta ketidakadilan di Negerinnya sendiri”.
Umi laila hanya terdiam dan terus mendengar pernyataan Zainab sebagai permintaan terkahirnya, dan hanya mengiyakan apa yang diminta Zainab. “iya nab.. apa lagi yang ingin kau minta ?”.
Zainab bangkit meski tubuhnya yang hampir rapuh, ia seolah berpidato di hadapan orang, dengan semangat di saat akhir hidupnya.
“kedua Aku ingin menitipkan sesuatu kepada negaraku, ikatlah kepalaku dengan kain berwarna Merah Putih biar percikan darahku menodainya..aku ingin negaraku kuat, aku ingin negaraku berani memperjuangkan hak-saudara-saudaraku dan memberikan mereka keadilan”. mereka bukan penoda negara, bukan perusak martabat bangsanya, mereka bukan koruptor memakan triliunan uang rakyat..mereka bukan sampah rakyat, mereka adalah pejuang, pejuang melawan Kemiskinan, Kebodohan dan Keterpurukan dimana negaranya Lupa..!”.
Umi laila sangat terharu dengan kata-kata zaenab yang masih peduli terhadap saudara-saudaranya sebangsa setanah air; para tkw yang senasibnya denganya.
Zainab pun melanjutkan pernyataannya, seperti bara api yang membara tertiup angin;
 “kurang lebih 70 tahun Negaraku Merdeka!, yang saat ini diagung-agungkan, hanya untuk mereka – mereka yang berkedudukan, jabatan dan kekuasaan, tapi untuk wong cilik.  Seolah Negara Kerugian triliun,. Apakah rakyat kecil tidak berhak sedikit mencicipi harta negaranya..mencicipi untuk harga Pembelaan dan Keadilan ..Aku ingin negaraku adil kami juga lahir dan tumbuh, di Negeri..Ibu Pertiwi!

Disaat pernyataan terakhirnya, kemudian dua petugas pun datang menjemput, umi laila mengangkat tubuh zainab yang tak berdaya, pasrah ia pun diiringi hingga ke tempat eksekusi.
.....................................................................................
Naskah-Adegan 3

Akhirnya proses eksekusi pun dijalankan, seluruh badan zainab ditutup dan seorang al-gojo yang sudah bersiap, dan zainab pun mengucap sesuatu kalimat tauhid, “Asyhadualla Ila ha Illallah wa asyhadu anna Muhamadurrosulullah”, ucapan terakhirnya.
Zainabpun menenui ajalnya dan kemudian jasadnya diangkat petugas dengan keranda kematian. Saat mayatnya dibawa ke ruang mayat yang terdapat dalam sel tersebut, derap langkah aminah dan siti menuju ruang tunggu ekseskuasi, mereka hanya melihat jasad yang tak bernyawa keluar dengan kerenda kematian, isak tangis menyelimuti suasana.
Seketetika itu Umi Laila yang turut menyaksikan, mencoba menenangkan kedua anak Zainab  “anakku biarkanlah ibumu pulang dengan tenang, ikhlaskanlah kepergiannya” ini anakku ibumu memberikan wasiat ini kepadaku...ambillah“.
Aminah pun mengambil titipan dari ibunya, dan ia pun membuka titipan itu yang berisi sehelai pakaian yang berlumuran darah, siti dan aminah larut dalam kedukaan, isak tangis menyelimuti ruang itu, mereka seoalah memandikan tubuhnya dengan darah ibunya, “Mak..Mak..mak !!!”, Siti pun merasa bersalah, “Maafkan aku mak ?, ucapnya.
Kemudian umi laila memandangi sesosok wanita berpakaian rapi dengan jas hitam berdasi memegang tas hitam ia pun menyapanya. “ibukah utusan negara zainab”, kata umi laila.
Dengan penuh keharuan, dan sangat terpukul bersalah, ibu tersebut menjawab pertanyaan umi laila.“ya benar..bu?” jawabnya.
Umi laila pun memberikan ikatan kepala zainab kepada utusan negarannya. “ini bu..?” sambil menyerahkan titipan dari Zainab saat ia sebelum dieksekusi.
Kemudian Utusan negara itu pun membuka wasiat dari zaenab ia pun sangat terharu, seolah itu merupakan sindiran bagi negaranya. Umi laila dengan berat ia melangkah, amanah yang diberikan kepadanya sudah tersampaikan.
Dengan perginya umi laila meninggalkan penerima wasiat, maka berakhirlah kisah seorang wanita yang kuat, wanita yang mempertahankan harga diri martabat bangsanya. Kematiannya tidak sia-sia, ia mati untuk “anakku dan negaraku”.

.....................................................................................
Tamat



Selasa, 12 Juli 2016

Benarkah Bumi Rata-Terhampar Q.S al- QS. Al-Gashiyyah: 20 (Bukan Tulisan; Sekedar Berbagi)



Benarkah Bumi Rata-Terhampar
Q.S al- QS. Al-Gashiyyah: 20
(Bukan Tulisan; Sekedar Berbagi)

Berawal dari ingin menggali “bukan tak yakin” tentang kalimat suci dari ucapan Rasulullah SAW, tentang  Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing”. Ditemukanlah sebuah fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang hadis tersebut, kemudian penulis menggali informasi biografi beliau, sampailah kepada fatwanya tentang bahwa bumi itu rata sama halnya Imam Qurthubi (lihat.https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz). Sungguh menarik, dari tafsir beliau tentang bumi itu rata, namun dalam penafsirannya dibantah ilmuwan-ilmuwan Barat. Akhirnya para ilmuwan melakukan ekspedisi ke luar angkasa sebagai bantahan pernyataan beliau. Kurang lebih copasnya adalah ekspedisi keluar angkasa pertama kali dilakukan oleh orang-orang Uni Soviet & Amerika Serikat, membuat sebagian ilmuwan-ilmuan di negeri barat menciptakan sebuah statement hujatan atas Al-Qur'an dan isinya yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Dari pernyataan tersebut, para Ulama arab pada waktu itu tidak terima, salah satunya Imam Abdul Aziz Abdullah bin Baz.
Namun Syaikh Bin Baz mendapati pemberitahuan bahwa ekspedisi luar angkasa yang dilakukan oleh beberapa ilmuan barat tersebut, telah membuktikan kebenaran tafsir Imam Ibnu Hazm dalam menafsirkan Q.S Al-Gashiyyah ayat 20. Yang artinya "Dan (apakah mereka tidak memperhatikan) bumi, bagaimana ia dihamparkan" (QS. Al-Gashiyyah: 20)
Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa penekanan kata "dihamparkan" menunjukkan bahwa sebenarnya bentuk bumi itu tak rata dan terhampar sebagaimana karpet, namun karena kekuasaan Allah sehingga bumi yang tak rata itu seakan-akan terhampar pada bagian permukaannya dan makhluk hidup pun bisa tinggal serta berjalan-jalan diatasnya. Sejak saat itu maka muncul sebuah fatwa rujuknya Syaikh Bin Baz dari pendapat bahwa bumi itu rata dan diapun berhujjah dengan pendapat Imam Ibnu Hazm diatas.
Disinilah muncul analitik-kritis penulis terhadap Fatwa Imam Syaikh Bin Baz, padahal awalnya beliau dengan keras memfatwakan yang copasnye “bahwa “bagi siapapun kaum muslimin yang mengikuti pesta besar orang-orang non-muslim barat dalam menghina Al-Qur'an dan mengkufuri isinya, maka orang itu telah melakukan suatu tindak kekufuran yang bisa berakibat pada keluarnya orang itu dari millah (agama) Islam”.

Muncullah bertanya siapa Imam Ibnu Hizm, akhirnya kembali ke wikepedia, ternyata beliau adalah seorang sejarawan, ahli fikih, dan imam Ahlus Sunnah di Spanyol Islam bermazhab Zhahiri (bahasa Arab: ظاهري; Literal) adalah salah satu mazhab fikih dan akidah dalam lingkup ahlus sunnah yang mencapai masa jayanya semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. Pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits sebagai satu-satunya sumber hukum Islam. Keyakinan mazhab ini menolak adanya permisalan (Qiyas) dan pemikiran pribadi (Ra'y) sebagai bagian dari sumber hukum fikih. Selain itu juga tidak menganggap fungsi konsesus Ijma').
Sedangkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz kurang lebih copasnye “banyak menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal, namun dia menegaskan bahwa hal ini bukan karena taklid (Syaikh Bin Baz bukanlah termasuk pengikut mazhab tertentu di antara 4 mazhab para Imam). Dalam menghadapi ikhtilaf (perbedaan pendapat) fiqih dikalangan para Imam Mazhab dan para ulama, dia menggunakan metode tarjih dan ijma', yaitu manakah di antara pendapat Ulama itu yang memiliki hujjah paling kuat menurut sandaran utamanya (yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah/Hadits), dan ketika sudah diketahui manakah yang kuat maka pendapat itulah yang akan diambil dan ikuti. Dan ketika menghadapi suatu persoalan yang belum disebutkan di dalam Al-Qur'an maupun Hadits secara terperinci, maka Syaikh Bin Baz akan mengambil pendapat ijma' (mayoritas) para ulama. Dia sangat mengecam keras perselisihan di antara kaum muslimin yang berasal dari ikhtilaf para Imam Mazhab (yang disebabkan karena fanatisme Mazhab maupun taklid). Syaikh Bin Baz senantiasa menasehati ummat untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta bersatu dibawah panji para Salafusshalih agar ummat Islam bisa kembali bersatu sebagaimana Islam dimasa Rasulullah (Nabi Muhammad)”.
Berangkat dari dua hal diatas, menjadi bahan pemikiran yang perlu didiskusikan bersama diataranya :
1.  Apakah fatwa yang dikeluarkan itu tidak selamanya final sehingga dapat dirujuk ?
2. Apakah perlu didiskusikan kembali tentang “Bumi itu Rata/terhampar sebagaimana Q.S al-Ghosiyah : 20
3. Mazhab zhahiri termasuk mazhab yang mana, apakah Imam Syafi’i, Imam Hambali, Hanafi, dan Imam Maliki.
4.  Saat ini banyak yang memahami apablila tidak menggunakan Ijma’ dan Qiyas dikatakan “paham keras”.
Demikianlah ulasan singkat ini, penulis sadari karena kurangnya pengetahuan tentang keduanya, mohon pencerahan. Dan akhirnya untuk mengurai “tentang hadits “Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing” diurung, karena perlu mencari referensi yang dapat dijadikan sebagai pisau analisis tentang tulisan tersebut. Wallahu ‘alam.

Senin, 27 Juni 2016

TAK PUASE; TAK RAYE (Sebuah Renungan sebelum Ramadhan berakhir)



TAK PUASE; TAK RAYE
(Sebuah Renungan sebelum Ramadhan berakhir)
Sebuah ungkapan yang sangat menarik untuk kita renungkan dari animasi populer dari negeri sebelah sikembar Upin dan Ipin “tak puase, tak raye”. Jika dilihat dari bahasa keseharian , mungkin ini ungakan lucu, namun jika dilihat dari esensi puasa itu sendiri, ungkapan ini sangatlah tepat untuk kita menginstropeksi diri sebelum berakhirnya Ramdhan. Sebulan penuh berpuasa menahan diri untuk tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan suami istri, dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Usaha tersebut dilakukan karena iman dan untuk meraih taqwa. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S: 2:183 yang memerintahkan puasa disebutkan: “la allakum tattaqun” (agar kamu bertakwa). Sehingga dapatlah dikatakan, bahwa tujuan puasa itu adalah agar kita bertakwa.
Mengutip Penjelasan M. Quraish Sihab (2008) kata “takwa” mencakup segala macam kebajikan. Ilmu itu takwa, sabar itu takwa (bagian dari takwa). Ada yang mengatakan, bahwa puasa yang kita lakukan adalah untuk menenun pakaian takwa. Lebaran nanti, barulah pakaian takwa tersebut kita kenakan. “Wa libasut taqwa zalika khair”. Sebutlah apa saja dari kebaikan, maka itu termasuk ke dalam “takwa”. Jadi, istilah “takwa”, merupakan segala macam kebaikan ada di dalamnya. Takwa adalah istilah yang digunakan oleh Alquran untuk menggambarkan “dima ul khair (himpunan dari segala macam kebaikan).
Lebih lanjut dijelaskan, jika Alquran mengatakan, bahwa ”diwajibkan kepada kamu berpuasa supaya kamu bertakwa,” maksudnya adalah supaya terhimpun dalam dirimu segala macam kebajikan. Jadi jelaslah, bahwa puasa bukanlah cuma menahan diri (sabar) untuk tidak makan dan tidak minum.
Kemudian dalam hadits Rasulullah yang cukup terkenal, hadits Qudsi yaitu sabda Rasulullah yang merupakan firman Allah, yang firman Allah tersebut tidak termaktub di dalam Alquran, tetapi disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah menyusun kata-katanya. Kalau Alquran merupakan firman Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril yang redaksinya langsung dari Allah. Kalau ini, ada yang dikatakan oleh Rasullah, ada yang dikatakan oleh Jibril. Rasulullah bersabda, Allah berfirman: “Ash-shaumuli wa ana azzibi.” Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberi ganjaran-Nya. Allah mengatakan, bahwa puasa itu untuk-Nya, Dia lah yang akan memberinya pahala.
Ada orang yang berpuasa cuma menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Ada juga yang berpuasa menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, dan menahan diri untuk tidak memaki orang lain. Ada juga yang berpuasa tidak makan, minum, hubungan suami istri, tidak memaki orang lain, dan dia belajar, membersihkan hatinya, serta tidak dengki.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang Maha mengetahui hati itu hanyalah Allah. Karena itulah, tidak bisa lantas digeneralisir. “Akulah yang akan memberi pahalanya,” kata Allah. Kemudian dalam hal ini, para ulama memahami sabda Rasulullah yang merupakan firman Allah ini dengan mengatakan: “Karena puasa itu adalah rahasia antara yang berpuasa dengan Allah, maka itu sebabnya Allah berfirman: puasa untuk-Ku.” Ada juga yang mengatakan, bahwa esensi (tujuan akhir) dari puasa adalah takwa. Dia untuk Allah, yang kemudian ditafsirkan, bahwa untuk Allah yang dimaksud itu adalah rahasia.
Jadi, makna “takwa” merupakan arah yang dituju oleh puasa. Itulah esensinya. Seabgaimana Rasulullah bersabda:“Qammin shaa-imin laysalahu min shiyamihi illal ju’u wal ‘athas.” Banyak orang yang puasa, tetapi tidak mencapai esensinya, melainkan hanya lapar dan haus. Dari segi hukum ia mungkin berpuasa, tetapi bukan itu yang dimaksudkan oleh Allah. Maksud dari puasa adalah kendalikan diri, hiasi diri. Itulah esensi dari puasa sebenarnya.
Nah, Lantas bagaimana istilah upin dan ipin tak puase tak raye. Yang dimaksud disini adalah apakah orang yang tidak berpuasa dapat meraih fitri. Sebagaimana Makna Idul Fitri itu sendiri yaitu memiliki beberapa pengertian dan pemaknaan, diantaranya yaitu Idul Fitri juga bisa diartikan sebagai puncak atau klimaks dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Idul Fitri sendiri memiliki keterkaitan makna dengan tujuan akhir yang ingin diraih dari pelaksanaan kewajiban berpuasa. Idul Fitri secara bahasa atau etimologi bisa berarti Hari Raya Kesucian atau bisa juga diartikan sebagai Hari Kemenangan umat Islam. Kemenangan disini adalah bentuk dari kemenangan dalam menggapai kesucian atau perwujudan dari kembali kepada keadaan  fitrah (Fitri) (Lihat. Quraish Shihab untuk suarakarya-online.com)
Dari penjabaran tersebut berarti kata Idul Fitri atau kembali kepada fitrah merupakan pengertian yang sangat relevan atau berhubungan dengan makna sebenarnya dari keberhasilan yang diperoleh setelah berakhirnya pelaksanaan ibadah puasa. Beberapa sumber juga menganalogikan Idul Fitri atau Lebaran sebagai jalan menuju kepada keadaan fitrah manusia layaknya seperti seorang bayi yang baru dilahirkan, bersih dan tanpa dosa.

Demikian tulisan seingkat ini, bukan untuk mengajari atau mengatakan kaum muslimin yang tak berpuasa tidak melaksanakan lebaran atau merayakan idul fitri. Akan tetapi paling tidak disisa waktu yang ada dapat digunakan untuk berpuasa, perbanyak amal, baca al-Qur’an, shalat qiyamul lail, bersedekah, berzakat dan bertaubat sehingga dihari kemenagan kita dapat meraih Rahmat Allah di hari fitri. Karena dibulan ramadhan yang sebentar lagi akan berakhir, sangat sayang bulan penuh rahmat, bulan pengampunan kita sia-siakan. Semoga kita mendapat ampunan dan keberkahan dibulan penh kemuliaan. Amin allahumma Amin. Wallahu’alam bisawwab.